Blog dr.Eki

Posts Tagged ‘budaya

Budaya Malu ala Jepang!
H.Bambang Eka Wijaya:
“APA kesan terpentingmu tentang Jepang selama berkunjung ke negeri ini?” tanya Edi
menjelang kepulangan Edo ke Tanah Air.
“Heran saja!” jawab Edo. “Bagaimana warga sebuah bangsa bisa seragam dalam disiplin,
sehingga kota-kota dan permukiman mereka di desa serbabersih dan rapi, lalu-lintas tertib
sekali, tak ada orang kebut-kebutan atau menyalip di jalan, hak orang lain sesama pemakai
jalan dihormati tanpa kecuali pejalan kaki, pengendara sepeda dan orang catat! Untuk semua
itu, aku tak pernah melihat polisi lalu-lintas di jalan, kecuali polisi biasa berjaga di posnya
dengan sepeda dinas tercagak di luarnya!”
“Itu hanya masalah nilai!” jawab Edi. “Ada satu nilai yang tertanam kuat pada mereka, yakni
budaya malu! Mereka malu kalau dilihat orang menyerobot antrean di mesin penjualan karcis
kereta api! Mereka malu kalau terlihat kerja bermalas-malasan, bahkan para arbeto–pekerja
paro waktu–selalu berusaha menunjukkan produktivitasnya tak kalah dari para pekerja regular!
Mereka malu kalau ada orang bergumam ‘tak berbudaya’ ketika ia membuang sampah di kotak
yang salah untuk botol, plastik, dan sampah lain-lain!”
“Apakah di kantor-kantor pemerintah disiplin kerjanya juga begitu?” kejar Edo.
“Itu yang terlewatkan, aku lupa membawamu jalan ke kantor pemerintahan! ” sambut Edi.
“Waktu aku mengurus KTP ke kantor catatan sipil, semua orang kulihat sibuk di tempat
kerjanya! Tak ada yang santai membaca koran atau ngobrol! Begitupun, ketika melihat aku di
depan pintu, seorang petugas datang berbungkuk di depanku menanya apa yang bisa dibantu
dan melayaniku sampai selesai!”
“Mungkin mereka tak suka baca!” sela Edo.
“Mereka rajin membaca koran, majalah atau buku! Itu dilakukan di rumah atau di kereta api!
Saat di tempat kerja, konsentrasi mereka sepenuhnya pada pekerjaan!” jelas Edi. “Bukti
mereka rajin membaca, koran-koran harian nasional, Asahi Shimbun, Yomiuri Shimbun, dan
Mainichi Shimbun, masing-masing oplahnya di atas lima juta eksemplar sehari! Tradisi
membacanya bukan hanya di kota-kta besar, di kota kecil seperti Gifu punya koran lokal, Gifu
Shimbun umurnya sudah lebih 130 tahun! Berarti terbit sejak Restorasi Meiji, awal
industrialisasi Jepang!”
“Kembali soal budaya malu, apa sih intinya, hingga orang yang malu gagal dalam tugas sampai
harakiri–bunuh diri?” tanya Edo.
“Pada lubuk terdalam budayanya, orang Jepang percaya ada hukum karma–balasan atas semua
perbuatannya di dunia ini juga, yang bisa dialami dirinya atau keluarganya! ” jelas Edi. “Jadi,
selain secara sosial malu berbuat tidak pada tempatnya, mereka takut kalau hal-hal buruk yang
dia lakukan pada orang lain berimbas menimpa keluarganya! Misalnya, kalau dia remehkan hak
orang cacat, keluarganya bisa cacat lebih buruk dari orang yang dilecehkannya! “
“Berarti kita tak bisa seperti mereka karena kita tak mengenal hukum karma!” tegas Edo. “Yang
cenderung terasa malah hukum rimba–survival of the fittest–hanya yang terkuat berhak hidup!
Dengan hukum seperti itu, mengecundangi hak orang lain dianggap bukan hal yang
memalukan!” *

Tag:

Klik tertinggi

  • Tidak ada